Sekitar 35 Ribu Pelarian Aceh di Malaysia Resah

Republika
Selasa, 7 Agustus 2007


 

KUALA LUMPUR — Sekitar 35.000 pencari suaka politik asal Aceh yang kini menetap di Malaysia saat ini sedang resah karena pemerintah Malaysia hingga kini belum ada kebijakan yang jelas apakah ijin tinggal bagi mereka diperpanjang atau tidak.

”Sebagian dari kami ijin tinggal sudah habis, tapi sebagian besar habis bulan Agustus 2007 ini habis. Tapi hingga saat ini pemerintah Malaysia belum jelas apakah akan perpanjang atau tidak,” kata General Coordintor PAJAN (Peace and Justice for Action), Ibnu Sakdan Abubakar, di Kuala Lumpur, Senin (6/8).

Menurutnya, jika pemerintah Malaysia tidak memperpanjang maka keberadaan para pencari suaka politik itu terancam menjadi pendatang ilegal. Mereka akan ditangkap pihak kepolisian Malaysia karena masa berlaku izin keimigrasian kadaluarsa pada bulan Agustus ini.

Para pencari suaka politik Aceh itu menyeberang ke Malaysia sejak konflik berkecamuk di Aceh pada awal 1990-an. Sejak konflik Aceh berlangsung, pencari suaka politik ke Malaysia mencapai 72 ribu orang. Sekitar 5.000 lebih di antaranya adalah anggota dan keluarga Gerakan Aceh Merdeka (GAM). ”Itu yang terdaftar di pemerintah Malaysia. Belum yang masuk secara ilegal. Mereka tersebar di sejumlah wilayah di Malaysia. Terutama di kawasan Klang, Petaling, atau Shah Alam. Mereka banyak bekerja sebagai buruh pabrik,” katanya.

Namun, setelah ditandatanganinya Perjanjian Helsinki, lebih 50 persen pencari suaka itu kembali ke kampung halamannya. Sehingga, jumlahnya menyusut menjadi 35 ribu. Selama berstatus pencari suaka politik, pemerintah Malaysia mengeluarkan dokumen keimigrasian yang bernama IMM13. Dokumen itu berupa kartu yang memiliki masa berlaku selama dua tahun.

”Kartu itu menggantikan paspor dan IC (semacam KTP). IMM13 dikeluarkan Agustus 2005 lalu. Otomatis, bulan ini, masa berlaku kartu IMM13 tersebut akan habis. Ini yang membuat para pencari suaka politik menjadi resah. Sebab, jika tidak ada perpanjangan, status mereka bisa berubah status menjadi pendatang asing tanpa izin (PATI),” jelasnya.

Sakdan mengatakan, sejumlah perwakilan pencari suaka politik asal Aceh sempat menanyakan sikap pemerintah Malaysia mengenai status mereka. Apakah IMM13 akan diperpanjang atau tidak. ”Namun, hingga kini, belum ada jawaban dari pemerintah Malaysia.”

Bapak tiga anak itu menambahkan, jika pemerintah Malaysia tidak memperpanjang izin, para pencari suaka itu sebenarnya tidak keberatan jika dipulangkan ke Indonesia. Namun, mereka khawatir masalah lain muncul dengan kepulangannya itu. ”Kami harus memulai kehidupan baru di Aceh. SSekitar 35 Ribu Pelarian Aceh di Malaysia Resah

KUALA LUMPUR — Sekitar 35.000 pencari suaka politik asal Aceh yang kini menetap di Malaysia saat ini sedang resah karena pemerintah Malaysia hingga kini belum ada kebijakan yang jelas apakah ijin tinggal bagi mereka diperpanjang atau tidak.

”Sebagian dari kami ijin tinggal sudah habis, tapi sebagian besar habis bulan Agustus 2007 ini habis. Tapi hingga saat ini pemerintah Malaysia belum jelas apakah akan perpanjang atau tidak,” kata General Coordintor PAJAN (Peace and Justice for Action), Ibnu Sakdan Abubakar, di Kuala Lumpur, Senin (6/8).

Menurutnya, jika pemerintah Malaysia tidak memperpanjang maka keberadaan para pencari suaka politik itu terancam menjadi pendatang ilegal. Mereka akan ditangkap pihak kepolisian Malaysia karena masa berlaku izin keimigrasian kadaluarsa pada bulan Agustus ini.

Para pencari suaka politik Aceh itu menyeberang ke Malaysia sejak konflik berkecamuk di Aceh pada awal 1990-an. Sejak konflik Aceh berlangsung, pencari suaka politik ke Malaysia mencapai 72 ribu orang. Sekitar 5.000 lebih di antaranya adalah anggota dan keluarga Gerakan Aceh Merdeka (GAM). ”Itu yang terdaftar di pemerintah Malaysia. Belum yang masuk secara ilegal. Mereka tersebar di sejumlah wilayah di Malaysia. Terutama di kawasan Klang, Petaling, atau Shah Alam. Mereka banyak bekerja sebagai buruh pabrik,” katanya.

Namun, setelah ditandatanganinya Perjanjian Helsinki, lebih 50 persen pencari suaka itu kembali ke kampung halamannya. Sehingga, jumlahnya menyusut menjadi 35 ribu. Selama berstatus pencari suaka politik, pemerintah Malaysia mengeluarkan dokumen keimigrasian yang bernama IMM13. Dokumen itu berupa kartu yang memiliki masa berlaku selama dua tahun.

”Kartu itu menggantikan paspor dan IC (semacam KTP). IMM13 dikeluarkan Agustus 2005 lalu. Otomatis, bulan ini, masa berlaku kartu IMM13 tersebut akan habis. Ini yang membuat para pencari suaka politik menjadi resah. Sebab, jika tidak ada perpanjangan, status mereka bisa berubah status menjadi pendatang asing tanpa izin (PATI),” jelasnya.

Sakdan mengatakan, sejumlah perwakilan pencari suaka politik asal Aceh sempat menanyakan sikap pemerintah Malaysia mengenai status mereka. Apakah IMM13 akan diperpanjang atau tidak. ”Namun, hingga kini, belum ada jawaban dari pemerintah Malaysia.”

Bapak tiga anak itu menambahkan, jika pemerintah Malaysia tidak memperpanjang izin, para pencari suaka itu sebenarnya tidak keberatan jika dipulangkan ke Indonesia. Namun, mereka khawatir masalah lain muncul dengan kepulangannya itu. ”Kami harus memulai kehidupan baru di Aceh. Sebab, di Aceh, mereka sudah tidak memiliki tempat tinggal dan sumber penghasilan. Ini juga bisa berdampak negatif,” tegas Sakdan.

Jika para pencari suaka dipulangkan, mereka bisa membuat angka pengangguran semakin membengkak. ”Kondisi itu juga bisa memicu terjadinya kriminalitas. Ini harus dipikirkan oleh pemerintah Malaysia, Indonesia dan pimpinan daerah Aceh,” ujar dia. ant

 

ebab, di Aceh, mereka sudah tidak memiliki tempat tinggal dan sumber penghasilan. Ini juga bisa berdampak negatif,” tegas Sakdan.

Jika para pencari suaka dipulangkan, mereka bisa membuat angka pengangguran semakin membengkak. ”Kondisi itu juga bisa memicu terjadinya kriminalitas. Ini harus dipikirkan oleh pemerintah Malaysia, Indonesia dan pimpinan daerah Aceh,” ujar dia.
Sumber : Republika dan Antara